Dengan nyaman aku menjawab pertanyaan tentang kerja bapakku sebagai wartawan Harian Solo. Setiap butir air seperti sedang meninju tanah, memberontak, dan mengguncang kesadaran bahwa itu adalah tanah bagi petani, bagi tanaman jagung, bukan untuk tempat latihan para tentara memuntahkan peluru. Lama-kelamaan aku menyadari dia sedang melukis seorang lelaki yang diculik oleh beberapa orang yang mengendarai kuda. Tapi aku bisa menebak bahwa yang duduk di depan adalah si Mata Merah karena aku bisa mencium aroma kretek, yang mengemudi pasti si Pengacau, sedangkan kedua Manusia Pohon yang pasti jarang mandi menjepit di kiri dan kananku. Tak terlalu lama, perahu motor terasa melambat.
nest...